PENGELOLAAN KESAN PENGEMIS CACAT FISIK DI KOTA PEKANBARU
Abstract
Berdasarkan Dinas Sosial Kota Pekanbaru, jumlah pengemis di Pekanbaru telah meningkat dari 15 orang pada tahun 2015 menjadi 80 pada tahun 2016. Bahwa, ada aturan larangan pengemis yang tercantum dalam Peraturan Daerah Pekanbaru tentang tatanan sosial dalam Bab 3 bagian 3 mengenai larangan untuk pengemis dan tunawisma. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tahap depan dan tahap belakang pengemis yang cacat.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subyek penelitian terdiri dari 4 pengemis cacat, 3 pria dan seorang wanita, yang diperoleh dengan menggunakan teknik bola salju. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Untuk mencapai validitas, penulis menggunakan ekstensi partisipasi dan triangulasi.
Hasilnya menemukan bahwa pada tahap depan, pengemis cacat dikelola kesan verbal dan nonverbal. Dalam kesan verbal, pengemis dapat menyapa "Assalamualaikum" untuk target mereka menggunakan intonasi rendah dan lemah. Sementara dalam kesan nonverbal, pengemis menggunakan nada suara yang panjang dan lemah, menggunakan mangkuk dan tangan sebagai tanda bahwa mereka memohon uang, dan bahasa tubuh yang lamban. Munculnya para pengemis di panggung depan mengenakan pakaian lusuh dan membawa tas atau saku untuk menghemat uang dari mengemis. Ekspresi wajah yang mereka tunjukkan menyedihkan, sedih, dan datar. Berbeda dari panggung depan, di tahap belakang, komunikasi verbal menggunakan bahasa daerah dengan intonasi yang jelas dan tinggi, tidak kaku, tegas, dan kasar. Sementara di tahap belakang, mereka menggunakan sikap nonverbal dengan berkomunikasi dengan suara nada tinggi, tertawa lepas, bahasa tubuh gesit, berpakaian bersih, dan ekspresi wajah ceria.
Keywords
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.