CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DALAM TAFSIR KONSTITUSI
Abstract
Penormaan CSR dalam Pasal 74 UUPT menimbulkan pergulatan antara pemerintah sebagaipembuat kebijakan dengan pihak pelaku usaha, dalam hal ini Kamar Dagang dan Industri(Kadin) dan kawan-kawan. Pergulatan ini berakhir dengan Keputusan Mahkamah KonstitusiNomor 53/PUU-VI/2008. Mahkamah menolak permohonan pemohon dan mayatakanmenolak permohonan pemohonan. Beberapa hal yang melandasi tafsir Mahkamah Konstitusiatas perkara a quo. Pertama, kedualatan negara, bahwa setiap negara berdaulat terhadapwilayah beserta isinya. Hakikat kedaulatan adalah hak untuk mengatur sumber daya alam(SDA), karena hak menguasi atas SDA sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi diberikankepada negara. Kedua, mewujudkan sistem ekonomi. Konstitusi telah menetapkan sistemekonomi Indonesia, yakni berasaskan kekeluargaan. CSR menjadi sarana bagi perusahaanpengelola SDA untuk mengimplementasikan asas kekeluargaan. Peningkatan kualitas hidupmasyatakat menjadi kewajiban bersama antara pemerintah dan perusahaan. Ketiga,pengelolaan SDA yang dilakukan selama ini belum mampu mewujudkan kemakmuransebagaimana diamanatkan oleh konstitusi, justru sebaliknya menimbulkan ketidakadilan bagimasyarakat lokal/adat/tempatan. CSR adalah afirmatif hukum yang menjadi jalan bagipemenuhan keadilan bagi masyarakat lokl/adat/tempatan yang kurang diuntungan dalampengelolaan SDA. Kewajiban CSR merupakan jalan untuk mewujudkan keadilan bagimasyarakat yang kurang diuntungkan.
Kata Kunci: CSR, Sumber Daya Alam, Masyarakat Lokal.
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.